fbpx

Terima Para Pendemo, Sejumlah Anggota DPRA Sepakat Tolak Revisi Qanun LKS

KABARANDALAN.COM, BANDA ACEH – Seribuan mahasiswa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (Febi) Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh melakukan aksi demonstrasi tolak revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS), di Halaman Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Rabu (24/5/2023).

Aksi tersebut dilakukan oleh almamater biru itu, usai adanya wacana untuk melakukan revisi Qanun LKS.

Dalam aksi tersebut, mereka menuntut dan menolak wacana revisi Qanun LKS yang digadangkan oleh DPRA dan Pemerintah Aceh.
Kemudian, mereka mendesak untuk mempertahankan prinsip syariah di Aceh, menuntut untuk PAW Ketua DPRA, mencopot direksi BSI Aceh dan menuntut agar BSI segera melakukan perbaikan sistem.

Baca Juga:  Didampingi Wali Kota, Sekda Aceh Bagikan 441 SK Kenaikan Pangkat di Lhokseumawe

Dalam aksi tersebut, Ketua Badan Legislatif DPRA dan sejumlah anggota lainnya menemui para pendemo.

Mereka diantaranya, Ketua Banleg DPRA, Mawardi MSE, Ust Irawan, Bardan Sahidi, Iskandar Usman Al-Farlaky, Tgk M Yunus, M Yusuf, Irfansyah dan sejumlah anggota DPRA lainnya.

Di hadapan para pendemo, Ketua Banleg DPRA, Mawardi menegaskan pihaknya bersama sejumlah anggota dewan lainnya menolak wacana revisi Qanun LKS dan mengundang kembali bank konvensional beroperasi ke Aceh.

Baca Juga:  Anggota DPRK Nagan Raya : Ikrar Damai Pilchiksung Jangan Sekedar Basa-Basi

Ia mengatakan, untuk wacana revisi itu juga harus mendapat dukungan dari semua fraksi.

Pihaknya juga sudah memanggil para pihak, untuk mendiskusi wacana tersebut.

Banleg juga belum ada kesepakatan akan melaporkan ke Ketua DPRA bahwa Qanun LKS itu akan direvisi dan wacana revisi itu tidak ada dalam prolegnas.

“Apalagi isu revisi ini sudah dibawa ke arah politik dan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sikap DPRA tidak ada revisi, sebab tidak ada dalam Prolegnas,” tegasnya.

Baca Juga:  Getar Aceh : Perlu Gerakan Bersama Turunkan Kemiskinan

Semantara itu, Anggota Fraksi PKS Aceh, Bardan Sahidi mengatakan, qanun sejatinya adalah sebuah produk politik jika belum ditetapkan menjadi qanun.

Namun, jika sudah ditetapkan dia akan menjadi produk hukum.
Mekanisme untuk melakukan revisi terhadap sebuah produk hukum tersebut memiliki aturan tersendiri.

Dimana ia baru bisa direvisi ,jika qanun tersebut telah dijalankan lebih dari dari 10 tahun.
“Jika belum cukup 10 tahun, dia sesuatu yang mustahil untuk direvisi. Dan kedua ini menjadi produk politik,” kata Bardan.

Penulis: Mika YEditor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *